Hengki Dt. Marajo Jambak (Nomor 3 dari kiri)Hengki Dt. Marajo Jambak (Nomor 3 dari kiri)
Sharing is Caring

AGAMasakitanews.com– Jika plashback (melihat ke masa lalu) lagi, betapa arif bijaksana nenek moyang orang Minangkabau terdahulu memikirkan hingga meninggalkan berbagai warisan guna kelangsungan hidup generasi selanjutnya (anak, kemenakan dan cucu) mereka. Salah satu warisan yang mereka tinggalkan adalah tanah ulayat (wilayah adat).

Ribuan hektare ulayat yang nenek moyang wariskan itu, diperuntukan secara adil dan merata sesuai kebutuhan masing-masing generasi. Tujuan, agar dapat dipergunakan atau dikelola, mencukupi kebutuhan ekonomi dan tempat berdiam dikemudian hari, bahkan hingga akhir zaman.

Diketahui, tanah ulayat di Alam Minangkabau terbagi tiga kategori, yakni ulayat kaum, suku, nagari termasuk hutan adat (semua merupakan kekayaan tradisional).

Masing- masing ulayat, juga mempunyai batas- batas tertentu. Hal tersebut dalam undang adat berbunyi, sawah ba pamatang, parak (kebun) ba bintalak (sepadan).

Tanah ulayat itu, berada di masing-masing nagari dalam Luhak Nan Tigo (Tanah Data, 50 Kota, Agam). Seterusnya di rantau dan Alam Minangkabau.

Salah satu nagari di Luhak Agam, misalnya nagari III Koto Silungkang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat. Nagari ini memiliki ulayat dengan luas tanah ribuan hektare.

“Di luar tanah ulayat kaum dan suku berupa sawah maupun kebun yang telah dikelola, nagari memiliki tanah ulayat kurang lebih seluas 2.751.000 hektare. Beberapa diantaranya termasuk hutan adat,” ungkap seorang ninik mamak nagari III Silungkang, Hengki Dt. Marajo kepada media ini, di jorong Gumarang, Minggu (16/6/2025) malam.

Memastikan ulayat nagari apakah dapat dikelola guna meningkatkan kesejahteraan atau perekonomian masyarakat, Dt. Marajo didampingi perangkat adat lain, mencoba berkoordinasi ke instansi pemerintahan negara. Baik instansi di tingkat kabupaten maupun pusat.

“Iya, saya memastikan dan berkoordinasi ke instansi pemerintahan negara. Instansi
tersebut membolehkan. Hanya saja belum ada kelompok masyarakat adat yang terorganisir untuk mengelola. Sehingga kini ulayat belum produktif,” katanya.

Martias, SH. MH, Dt. Majo Nan Putiah
Martias, SH. MH, Dt. Majo Nan Putiah

Hal sama disampaikan pemangku adat Martias, SH. MH, Dt. Majo Nan Putiah di jorong Tantaman. Menurut Dt. Majo Nan Putiah, pihaknya juga memiliki ulayat yang luasnya tidak sedikit.

“Kita suku Koto 5 induk di Tantaman, memeliki ulayat lumayan luas. Namun belum dikelola dan masih berupa hutan,” ujar Ninik Mamak kaum Koto itu.

Keabsahan Ulayat Sangat Penting

Sementara, pegiat kekuasaan adat, Efendi, St. Palito Alam menanggapi, keberadaan ulayat nagari warisan nenek moyang itu (perangkat adat terdahulu) perlu dijaga dan dipelihara berdasarkan hukum adat Minangkabau maupun aturan adat salingka nagari.

“Saat ini ulayat dimaksud memang belum dimanfaatkan masyarakat adat nagari. Akan tetapi, suatu saat nanti generasi makin berkembang, tentunya bakal membutuhkan lahan yang cukup guna memenuhi kehidupan layak,” ujarnya.

“Sisi lain, ulayat sangat penting dipastikan keabsahan-nya. Artinya, legal dan formal serta memiliki tapal batas jelas sebagaimana menurut aturan adat salingka nagari,” imbuh Palito.

Ia lanjutkan, memastikan legalitas ulayat nagari itu suatu keharusan. Legalitas bakal memudahkan generasi mengetahui keberadaan ulayat.

“Terpenting lagi, memastikan legalitas formal warisan berupa tanah ulayat itu, tidak beralih fungsi kepada pihak lain,” katanya mengingatkan.

Terkait pengelolaan yang nantinya memberikan nilai tambah ekonomi terhadap masyarakat adat, tambah Palito, perlu dibentuk badan usaha milik nagari adat,

“Badan usaha tersebut bernaung di bawah pemerintahan adat yakni Limbago Adat. Dalam Limbago Adatlah tersusun bidang- bidang tertentu. Salah satu misalnya, bidang ekonomi dan pembangunan yang bergerak di bidang pertanian atau perkebunan,” jelas dia.

Sekedar informasi, nagari III Koto Silungkang terdiri dari tiga kejorongan yakni jorong Tantaman, Silungkang dan Gumarang.

Nagari III Koto Silungkang, kini sedang berupaya memfungsikan Limbago Adat sesuai tatanan kekuasaan adat yang diwariskan, menyusul berlakunya aturan salingka nagari yang terstruktur serta tersistem. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *