AGAM – asakitanews.com – Kaum Koto Dt. Majo Nan Putiah Jorong Tantaman, nagari III Koto Silungkang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat terus berupaya tingkatkan jalinan persaudaraan.
Persaudaraan sesama suku Koto, mencakup di kampung maupun yang berada perantauan. Pejingkatan persaudaraan diimplementasikan dalam bentuk rutinitas komunikas, informasi dan kegotongroyongan.
“Jalinan kebersamaan berbentuk komunikasi antar kaum di kampung dan di rantau sudah lama terlaksana. Komunikasi kaum dibangun melalui group media sosial seperti whatsapps dan facebook,” ujar anak kemanakan Dt. Majo Nan Putiah, Efendi, St. Rajo Alam kepada media ini, Selasa (3/2/2025).
Adanya komunikasi, lanjut Palito, berbagai kabar berita bakal cepat diketahui. Diantara berbagai informasi itu, kegiatan sosial (gotongroyong), ekonomi, pendidikan, adat istiadat, budaya dan lain sebagainya.
“Misalnya, baru- baru ini digelar gotongroyong (goro) renovasi surau Koto di Kampuang Panjang. Sejauh mana renovasi surau terlaksana, masing- masing kaum mendapatkan informasi detail. Terlebih bagi kaum domisili di rantau, kabar berita tersebut sangat penting,” ujarnya.
Ia katakan, renovasi selesai, kemudian dimusyawarahkan pula pemanfaatan atau aktivitas yang akan dilaksanakan di surau.
“Disepakati, bahwa fungsi surau merupakan tempat melakaanakan kegiatan keagamaan (shalat) juga diperuntukan bagi generasi di kampung untuk belajar mengaji maupun belajar tauhid (syara’). Termasuk tempat pendidikan adat istiadat Minangkabau,” terang Palito.

Terkait tenaga pengajar (guru), tambah Palito, dipercayakan kepada Katik. Dimana Katik merupakan bagian pemimpin pada pemerintahan adat di Alam Minangkabau (tali tigo sapilin) yang tugas utamanya membidangi syara’ (agama).
“Pelaksanaan proses belajar mengajar tentunya Katik lebih memahami. Sedangkan operasional belajar mengajar (pembiayaan) dipertanggungjawabkan semua kaum,” ucapnya.
Ditempat sama, Ninik Mamak kaum Koto, Martias, SH. MH, Dt. Majo Nan Putiah mendorong setiap kegiatan yang mengutamakan kearifan lokal.
Kearifan lokal (adat budaya) Minangkabau berfilosofikan “Adat Basandi Syara’- Syara’ Basandi Kitabullah” itu, saatnya kembali digalakkan.
“Bertahap kita lakukan kegiatan sosial bercirikan kearifan lokal itu. Kedepan, makin kita upayakan peningkatan rasa kebersamaan diberbagai bidang. Kita mulai dari tingkat kaum, nantinya menyusul suku, kampung, jorong dan nagari,” harapnya.
Dt Majo Nan Putiah mengaku sangat senang dan bahagia setiap saat berkumpul bersama menggelar kegiatan yang bermanfaat terhadap kaum. Apalagi kegiatan tersebut bermakna tinggi demi generasi mendatang.
“Saya punya tanggungjawab penuh menanamkan rasa kebersamaan antar kaum. Terlebih terhadap kelangsungan generasi. Bagaimana generasi berikutnya menjalani hidup dan kehidupan tetap berpedoman kepada ajaran adat Alam Minangkabau dan agama Islam,” tegasnya.
Beradat Berlimbago
Ditanya terkait kekuasaan adat atau pemerintahan adat salingka nagari, Dt. Majo Nan Putiah merespons positif.
“Roda kekuasaan adat seharusnya memang berjalan di salingka nagari. Namun masih banyak masyarakat adat nagari belum memahami. Apa lagi soal beradat berlimbago, itu pun masih terdengar asing,” katanya.
Meski demikian, tambah Dt. Majo Nan Putiah, jika pemaparan terkait kekuasaan adat atau beradat berlimbago makin ditingkatkan, lama kelamaan kemungkinan dapat dipahami.
“Ya, jika pemaparan terkait limbago adat ditingkatkan memalalui diskusi intens, lama kelamaan masyrakat adat bakal paham. Ini tergantung gerakan kita bersama di salingka nagari,” kata Dt. Majo Nan Putiah mengakhiri.
Sekedar informasi, saat ini, masyarakat adat hanya mampu melakukan aktivitas bersifat sosial. Aktivitas itu pun terlaksana berdasarkan kesepakatan kaum di kampung atau kejorongan. Belum lagi di tingkat kekuasaan adat. Artinya, kegiatan belum terlaksana berdasarkan aturan dan kesepakatan se- nagari III Koto Silungkang yang di pimpin ninik mamak/ pangulu dalam kesatuan-nya.
Sejauh ini, nagari III Koto Silungkang belum memfungsikan lembaga pemerintahan adat (Limbago Adat)/ beradat berlimbago. Adat dan Limbago merupakan satu kesatuan, tidak terpisahkan dalam praktik kekuasaan adat di salingka nagari. Kekuasaan adat, tersusun, tersistem dan ter-management atau kembali ke surau/ nagari belum terealisasi sebagai mestinya. Sementara, keberadaan masyarakat adat diakui dan dihormati negara, tertuang pada konstitusi negara, ayat 2 pasal 18 B UUD 1945. Selanjutnya, penguatan kekuasaan adat juga didukung peraturan daerah (Perda) provinsi Sumbar tentang pelestarian adat budaya Minangkabau. (***)
Foto Atas: Dt. Majo Nan Putiah (nomor 4 dari kiri) bersama Mayjen (Purn) TNI Syaiful Sulun dan masyarakat adat lain-nya.