AGAM- asakitanews.com– Perangkat adat nagari III Koto Silungkang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat mendukung penuh terselenggaranya diskusi adat yang bakal digelar beberapa hari ke depan.
Sebagaimana direncanakan generasi muda (cucu kemanakan) sebelumya (Kondisi Masyarakat Adat di Minangkabau), diskusi membahas wadah atau tempat berhimpunnya tali tigo sapilin (niniak mamak, alim ulama dan candiak pandai) guna menjalankan pemerintahan adat dalam mengatur tatakelola nagari adat. Wadah dimaksud adalah Limbago Adat.
“Saya sangat mendukung penyelenggaraan diskusi adat. Mudah-mudahan ke depan tatakelola nagari adat berjalan semestinya sebagaimana diwariskan para nenek moyang kita terdahulu,” harap salah seorang perangkat adat, A. Imam Basa kepada media ini di nagari setempat, kemarin.
Imam Basa ingatkan, masyarakat adat hendaknya mampu memahami truktur pemerintahan adat yang tersistem, dalam pengelolaan nagari adat.
Perangkat adat di bidang syara’ (alim ulama/ Imam Katik nan 12 nagari) itu lanjutkan, pemahaman terkait hal tersebut salah satunya dapat dipelajari atau dipahami melalui diskusi adat.
Selain itu, tambah Imam Basa, juga penting dipahami terkait tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pemangku adat, falasafah adat, hukum adat serta aturan adat salingka nagari. Kemudian sako, pusako, ulayat adat dan lain-nya yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat adat.
“Kita gelar diskusi secara berkesinambungan agar bersama saling memahami, hingga nantinya terwujud keberadaan limbago adat. Jika limbago adat berfungsi, saat itulah peran perangkat adat bekerja sesuai tugasnya masing-masing. Pastinya, tidak lupa pula dipahami tupoksi bundo kanduang dan parik paga (pemuda) selaku unsur masyarakat adat,” katanya.
Hal sama disampaikan pemangku adat Thariq bin Nuh.BA, Dt.Marajo Kampuang Tinggi. Menurut Niniak Mamak itu, kepedulian masyarakat adat dibutuhkan guna mewujudkan pemerintahan adat nagari.
“Diskusi salah satu solusi memahami kekuasaan adat sesuai aturan adat saling nagari, hukum adat dan falsafah adat Minangkabau yang berbunyi, Adat Basandi Syara’- Syara’ Basandi Kitabullah,” ucap Mantan ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) III Koto Silungkang itu.

Selaku pemangku adat, Dt. Marajo berjanji akan turut menghadiri diskusi bersama unsur masyarakat adat nagari lain.
“Semoga Allah SWT tetap berikan kesehatan buat kita. Dan Insya Allah saya akan turut menghadiri diskusi,” kata Dt. Marajo yang juga anggota LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) kabupaten Agam itu.
Timbulkan Berbagai Permasalahan di Kalangan Masyarakat Adat
Terpisah, cadiak pandai nagari Kurai, Bukittinggi, Syamsul Bahri, SH, St. Sampono Ali mengatakan, saat ini fungsi hukum adat dan adat salingka nagari di Alam Minangkabau terasa sangat menurun. Hal itu dikwatirkan bakal menimbulkan berbagai permasalahan di kalangan masyarakat adat.
Diantara permasalahan yang bakal dialami, kata Sampono Ali, terjadi pergeseran nilai- nilai peradaban yang terkandung dalam falsafah adat Minangkabau di kehidupan masyarakat. Ini, sambungnya, akibat pengaruh negatif budaya luar.
Ia lanjutkan, hal lain-nya, timbul keresahan generasi muda mencari referensi terlulis tentang hukum adat dan aturan adat salingka nagari untuk dipelajari, dipahami maupun dipedomani.
Jika dipaparkan, kata Sampono Ali akrab disapa Mak Dang, mungkin dapat menjadi bahan kajian atau masukan, sebab masih banyak kekwatiran bakal menimbulkan masalah yang mengapung di salingka nagari. Misalnya saja, tidak ada lagi surau surau yang berfungsi mengajarkan tauhid, syara’ dan adat sejak dini seperti masa dahulu.
“Selain itu, masyarakat dan generasi muda mayoritas tidak memahami fungsi dari masing-masing penghulu dan niniak mamak sesuai struktur pemerintahan adat nagari,” ujar dia.
Terkait fungsi hukum adat dan adat salingka nagari hingga dikwatirkan menimbulkan berbagai permasalahan itu, Mak Dang mencoba memaparkannya secara tertulis. Tulisan yang kini berbentuk jilid buku, diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi masyarakat adat nagari.
Sekedar informasi, Mak Dang diundang generasi muda setempat dan akan turut menghadiri diskusi adat nagari III Koto Silungkang yang dikemas dalam bentuk silaturrahmi. (***)
Foto atas: A. Imam Basa (kanan)