AGAM – asakitanews.com – Setiap nagari di Alam Minangkabau punya berbagai sektor Sumber Daya Alam (SDA). Jika SDA itu dikelola secara baik, bakal meningkatkan perekonomian masyarakat. Berbagai SDA itu diantaranya sektor pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, pariwisata dan lain sebagainya.
“Banyak SDA yang bisa dikelola atau dikembangkan guna meningkatkan perekonomian masyarakat melalui berbagai sektor di atas,” kata salah seorang generasi muda Minangkabau, Efendi, St. Palito Alam kepada media ini di Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Minggu (12/1/2025).
Misalnya, lanjut Palito, salah satu SDA yang tidak butuh modal besar maupun pemikiran berat adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata, kata dia, pengelolaannya cukup berbasis kebersamaan akan tetapi terorganisir.
“Kita ketahui, setiap nagari di kecamatan Palembayan, sedikitnya mempunyai belasan titik destinasi wisata yang menjanjikan. Dimana destinasi wisata itu dilatari view yang indah dan udara sejuk. Bahkan, selain destinasi wisata alam, juga ada destinasi wisata sejarah hingga wisata religi. Namun, potensi tersebut belum dikelola dan seolah dibiarkan begitu saja,” ungkapnya.
Akses Jalan dan Masyarakat Adat
Penelusuran asakitanews.com, beberapa potensi wisata yang menjajikan itu terkesan dibiarkan hanya disebabkan tidak adanya akses jalan. Pada hal, jalan merupakan penunjang utama agar pengunjung mudah menuju titik objek wisata.
Diantara belasan destinasi wisata yang terkenal dan belum memberikan dampak ekonomis terhadap masyarakat misalnya Bukit Sakura, di Jorong Data, Baringin dan Front Indonesia di nagari IV Koto Palembayan. Kemudian, Sarasah Tigo Batindiah di nagari III Koto Silungkang serta beberapa titik destinasi wisata lain.
Menurut Palito, mengatasi permasalahan jalan menuju titik destinasi wisata, dibutuhkan kebersamaan masyarakat nagari. Tepatnya, melibatkan semua unsur masyarakat adat nagari.
Sebagaimana diakui, kata dia, kelompok masyarakat adat nagari di Alam Minangkabau, identik berlatar belakang kaum dan suku. Masing- masing kaum dan suku jelas mempunyai pemimpin adat. Pemimpin adat itu yakni pangulu/ ninik mamak, alim ulama/ syara’ (tuanku, labai, pakiah, katik, malin) dan cadiak pandai (tungku tigo sajarangan). Termasuk masyarakat adat kelompok perempuan (bundo kanduang) serta parik paga/ pemuda (anak kamanakan).
“Semua unsur masyarakat dan pemimpin adat dimaksud, hendaknya sama- sama memikirkan, juga berupaya bagaimana akses jalan menuju destinasi wisata lancar serta memadai. Atau dapat dilewati kendaraan tanpa hambatan, baik kendaraan roda empat maupun roda dua,” katanya.
Ia tidak lupa menyumbangkan pemikiran bagaimana mengatasi permasalahan akses jalan menuju destinasi wisata itu. Kata dia, cara atau solusi tercepat mengatasi, salah satunya adalah dikerjakan secara bersama-sama alias gotong- royong (goro).
“Toh, pituah adat Minangkabau mengingatkan, sesuatu pekerjaan rumit dan berat jika dikerjakan secara bersama-sama pasti ringan,” ucap Palito yang juga pegiat kekuasaan (pemerintahan) adat Alam Minangkabau itu.
Referensi Hingga Budaya Sosial
Ia contohkan, salah satu destiwisata wisata yang diupayakan, dikembangkan atau dikelola anak nagari di Luhak Agam adalah Tapian Ngarai Tabiang Barasok, nagari Kurai V Jorong, kota Bukittinggi. Kendati destinasi wisata itu dikelola anak nagari (generasi muda) namun tetap berada di bawah koordinasi pemangku adat setempat.
“Dulu, sebelum Tabiang Barasok menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan seperti saat ini, lokasi tersebut ditumbuhi pepohonan liar dan semak belukar. Menuju kesana, hanya jalan setapak. Tapi, setelah goro bersama masyarakat adatnya, kini akses jalan memadai dilewati kendaraan tanpa kendala,” ujar dia seraya menambahkan, goro masyarakat adat nagari Kurai benar- benar diselenggarakan swadaya, tidak harapkan bantuan dinas pariwisata atau pemerintah daerah.
“Sehingga, kini pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata Tabiang Barasok menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong di bawah managament masyarakat nagari. Pada akhirnya mampu menambah peningkatan perekonomian masyarakat itu sendiri melalui penjualan aksesoris (cindra mata), kuliner, parkir kedaraan dan penjualan tiket,” terangnya.
“Selain itu, sebagian masyarakat setempat juga menjadikan rumah tinggal sebagai penginapan berupa home stay,” tambah Palito.
Ia lanjutkan lagi, kemandirian masyarakat adat nagari Kurai, tidak ada salahnya dijadikan referensi terhadap generasi muda atau masyarakat adat di Alam Minangkabau. Termasuk nagari- nagari di kecamatan Palembayan.
“Goro salah satu budaya sosial yang ditinggalkan nenek moyang orang Minangkabau sejak lama. Kenapa kita tidak lanjutkan budaya kebersamaan (raso pareso) itu. Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang,” ingat dia.
“Insya Allah, generasi muda (cadiak pandai/ parik paga) III Koto Silungkang telah memusyawarahkan terkait beberapa potensi dalam nagari yang kemungkinan bisa dikembangkan. Tentu pengembangan potensi tersebut melalui goro dan tetap berkoordinasi bersama para pemangku adat salingka nagari,” imbuhnya.
Dukungan Ninik Mamak
Sementara, ninik mamak III Koto Silungkang, Y. Dt. Gunuang Ameh mendukung penuh pengelolaan setiap potensi nagari yang ada termasuk sektor pariwisata.
“Pengelolaan potensi alam secara mandiri, dalam artian bermanfaat untuk peningkatan ekonomi dan kemajuan di nagari harus kita giatkan. Saya yakin, jika kita kerjakan secara bersama (goro) apalagi bermanfaat meningkatkan kesejateraan masyarakat dan kemajuan nagari, bakal membuahkan hasil,” tegasnya.
Dt. Gunuang Ameh mengakui, sebetulnya SDA setiap nagari lebih dari cukup dan mampu memenuhi kebutuhan masyakat segaligus meningkatkan kemajuan nagari. Hanya saja, kata dia, asal dikelola secara profesional tanpa ada yang merasa ditingggal dan tertinggal, baik masyarakat adat di kampung maupun di rantau.
“Semua unsur masyararakat adat, baik di kampung maupun di rantau kita libatkan dalam pengelolaan potensi yang ada. Sebab semua punya tanggungjawab sama terhadap kemajuan masyarakat dan nagari. Hal itu, jika kita kerjakan, Kemungkinan tidak sulit asalkan pengelolaan potensi tersebut nantinya dibarengi management yang transparan,” kata Dt. Gunuang Ameh mengingatkan.
Ia berharap, kepada generasi muda baik candiak pandai maupun parik paga hendaknya mampu mengelola dan mengorganisir setiap potensi yang berdampak positif terhadap kemajuan masyarakat di nagari.
“Perubahan dan kemajuan nagari berada di tangan cadiak pandai dan parik paga. Kami selaku orang yang dipercaya kemenakan, kampung, jorong dan nagari didahulukan selangkah dan ditinggikan se ranting, tidak lepas tangan guna menggapai harapan dimaksud. Tentu kami bakal berikan petunjuk dan arahan maksimal disetiap kegiatan yang akan dilaksanakan,” kata Dt. Gunuang Ameh meyakinkan. (***)